Senin, 22 Agustus 2011

Kewajiban Zakat Fitrah Sebagai Penyempurna Ibadah Puasa


Sumber : addariny.wordpress.com
Waktu terasa berputar begitu cepat, dan bulan penuh berkah ini akan meninggalkan segenap umat Muslim sebelum berjumpa kembali satu tahun mendatang. Ada satu kewajiban lagi yang harus ditunaikan umat Muslim, yakni berzakat fitrah.

Mengeluarkan zakat fitrah bagi setiap muslim wajib hukumnya, berdasarkan hadits Ibnu Umar radliyallah 'anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sha' kurma atau satu sha' gandum atas orang merdeka dan budak, laki-laki dan perempuan, besar maupun kecil dari kaum muslimin. Dan beliau memerintahkan agar dikeluarkan sebelum orang-orang keluar menunaikan shalat ('Iedul Fitri)." (HR. Bukhari dan Muslim).

Zakat yang berhubungan langsung dengan ibadah puasa di bulan Ramadhan yaitu zakat fitrah, yakni zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim laki-laki dan perempuan, baik dewasa maupun anak-anak serta orang yang merdeka maupun hamba sahaya. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan Rasulullah Saw. dalam sebuah hadits shahih dari Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i. Kewajiban zakat ini berlaku bagi yang masih memiliki kelebihan pangan di bulan suci Ramadhan.

Sesungguhnya bulan Ramadhan yang mulia ini akan segera pergi meninggalkan kita, dan tidak tersisa dari bulan tersebut kecuali waktu yang pendek. Maka barangsiapa di antara kalian yang telah berbuat kebaikan hendaknya dia memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala atas kebaikan tersebut dan hendaknya meminta kepada-Nya agar kebaikan tersebut diterima. Barangsiapa yang lalai maka hendaknya dia bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meminta ampunan atas kekurangannya, karena meminta ampunan sebelum datangnya kematian akan diterima.

Saudara-saudaraku, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyari’atkan kepada kalian pada penghujung bulan Ramadhan untuk menunaikan Zakat Fithrah sebelum pelaksanaan Shalat ‘Id,. Pada majelis ini kita akan membicarakannya tentang hukumnya, hikmahnya, jenisnya, ukurannya, waktu kewajibannya, penyerahannya, dan tempatnya.

Zakat fitrah besarnya satu sha’ (sekitar 2,5 kg atau 3,5 liter besar). Zakat ini diberikan kepada golongan fakir-miskin, dengan maksud utama agar jangan sampai ada orang yang meminta-minta (kelaparan) pada Hari Raya ‘Iedul Fitri (hadits shahih riwayat Baihaqi dan Daruquthni dari Ibnu Umar).

Zakat dan Kepedulian Sosial
Tujuan dari zakat fitrah ini adalah agar pada hari lebaran nanti, jangan sampai ada kaum fakir miskin, dhuafa, fukaha yang tidak menikmati rezeki. Sehari itu saja. Diharapkan dengan berbagai kebahagiaan di hari fitri, hubungan antar sesama dapat terjalin dengan baik dan terutama muncul semangat keberpihakan terhadap kaum lemah. Oleh karenanya menjadi tanggungjawab bersama agar pada hari fitri nanti semua merasakan kenikmatan. Terlebih ketika kondisi dan situasi perekonomian bangsa sedang suram, jumlah rakyat miskin juga diperkirakan bertambah, maka kewajiban zakat fitrah harus benar-benar diamalkan.

Merujuk ke persentasenya yang hanya 2,5 persen. Namun lebih dari itu, diharapkan melalui zakat fitrah, jiwa sosial seseorang terketuk untuk selanjutnya bersedia mengeluarkan zakat, sadaqah, amal jariah dan sebagainya yang nilainya lebih besar. Jangan kemudian ada yang berpikir setelah membayar zakat fitrah, selesailah sudah kewajiban zakat yang lain. Kita harus ingat, sedekah, amal jariyah juga wajib bagi yang berpunya.

Perintah berzakat fitrah adalah guna menggugah kedermawanan, bahkan zakat fitrah sebenarnya ini tak lebih dari simbol kepedulian sesaat, tapi dalam jangka panjang harus ada tindak lanjut yang signifikan. Semisal dengan membayar zakat maal yang berupa hisab (perhitungan) dari harta yang tentunya jumlahnya bisa lebih besar. Oleh karenanya sebagai upaya mendorong peningkatan zakat, perlu ada sosialisasi zakat secara berkesinambungan demi terwujudnya pemerataan keadilan sosial.

Terkait esensi kewajiban zakat fitrah, ada dua tujuan utama. Pertama, secara sosial zakat ini adalah untuk kepentingan kaum miskin dan kedua, sebagai sarana 'membersihkan' harta seseorang. Jadi zakat fitrah wajib bagi umat Muslim agar pada hari lebaran nanti tidak ada lagi yang meminta-minta dan tidak merasakan kebahagiaan. Kalau dilihat secara perorangan, memang jumlah 2,5 kg beras terasa kecil sekali, tapi bila diakumulasikan, jumlahnya cukup besar dan diharapkan bisa meringankan beban fakir miskin. Sementara kalau mau membayar lebih, tentu boleh saja tetapi melalui komponen sadaqah, infak dan sebagainya. Yang penting, yang wajib sudah ditunaikan terlebih dahulu.

Perlu diketahui bahwa zakat fitrah berbeda dengan zakat maal. Zakat fitrah ini kaitannya dengan fitrah manusia yang beragama Islam. Mereka yang telah menjadikan agama Islam sebagai pedoman hidup, harus secara konsekuen melaksanakan segala perintah-Nya termasuk berpuasa di bulan Ramadhan. Sebagai pahala bagi yang melaksanakan puasa dan amalan lain di bulan suci itu, Allah SWT sudah menjanjikan untuk menghapuskan dosa-dosanya, dan kembali ke fitrahnya. Akan tetapi, belumlah sempurna pahala Ramadhan tersebut jika zakat fitrah belum ditunaikan. Dengan demikian, zakat fitrah menjadi kewajiban bagi umat Muslim, tanpa kecuali, tapi bila demikian, bagaimana dengan mereka yang tidak berpunya?

Sesuai pedoman, kaum fakir miskin, yatim piatu, dhuafa, dan sebagainya, tetaplah merupakan penerima zakat fitrah. Namun pesan yang hendak disampaikan adalah, akan lebih baik jika tidak selamanya mereka menjadi penerima zakat, dalam artian perlu ada peningkatan taraf hidup. Di sinilah selanjutnya peran dan tanggung jawab pemerintah untuk mengurusi para fakir miskin tersebut, antara lain melalui pengelolaan keuangan dan zakat secara benar. Oleh karenanya, peningkatan kuantitas zakat maal tidak bisa ditawar-tawar lagi. "Kalau hanya zakat fitrah, berapa sih yang bisa dihimpun dari situ?" Maka dari itu, dengan melihat momentum Ramadhan ini amat tepat menjadi pijakan guna memantapkan kembali komitmen kepedulian sosial kita.

Harusnya dalam konteks kemiskinan yang kian meningkat dewasa ini, para pihak terkait berupaya lebih keras menggolkan aturan zakat sebagai substitusi pembayaran pajak. Kalau ini bisa terlaksana, tentu akan berdampak signifikan bagi peningkatan penerimaan zakat. Zakat fitrah memang kewajiban utama, namun hendaknya bukan akhir dari segalanya. Zakat fitrah sejatinya menjadi pemicu tumbuhnya semangat berderma yang jika itu sudah tertanam, maka selepas Ramadhan, berzakat akan terus dilakukan. (nia/dbs)



Jumat, 19 Agustus 2011

Pendamping Kecamatan


Dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam pengelolaan Zakat pada Baitul Mal Kota Banda Aceh, ditunjuk satu orang petugas dari Baitul Mal Kota Banda Aceh sebagai pendamping kecamatan. 9 (Sembilan) Kecamatan dalam wilayah Kota Banda Aceh masing-masing didampingi oleh :

1. Yusniar Busyani, SH           : Kutaraja
2. H. Amiruddin Thalib, BA    : Kuta Alam
3. Mahfud, SE                        : Bandaraya
4. Drs. Abdullah M. Syah       : Baiturrahman
5. Drs. Musa A. Bakar           : Ulee Kareng
6. Drs. H. Luthfi Ibrahim         : Syiah Kuala
7. Muhammad Abdullah          : Jaya Baru
8. Umar Razali, SH                 : Meuraxa
9. Drs. H. A. Madjid Yahya    : Lueng Bata

Semoga bermanfaat :) 

Baitul Mal Banda Aceh Biayai Pendidikan 10 anak Fakir Miskin


Siti Karimah, salah satu anak asuh sedang didata oleh Niyyatinur, S.HI (Kasubbag Pengembangan Informasi dan Teknologi, Sekretariat Baitul Mal Kota Banda Aceh).
 
Sebanyak 10 anak dari keluarga fakir miskin dibiayai oleh Badan Baitul Mal Kota Banda Aceh sampai selesai menempuh pendidikan di Madrasah Ulumul Quran (MUQ) Pagar Air Aceh Besar. Kepala Baitul Mal Banda Aceh, H Salahuddin Hasan mengatakan, semua biaya pendidikan selama tiga tahun ditanggung sepenuhnya oleh Baitul Mal Kota Banda Aceh dari sumber dana zakat, infaq, dan shadaqah yang dihimpun selama ini. “Kesepuluh anak-anak tersebut dinyatakan lulus setelah menjalani sejumlah seleksi di Madrasah Ulumul Qur’an beberapa waktu lalu,” ujar Salahuddin.
 
Anak-anak dari keluarga miskin tersebut, yakni
1.  M Fikri Haikal bin Muhammad Tahir asal Gampong Peulanggahan Kuta Raja.
2.  Chairul Irisad bin Usman Saroji warga Gampong Lampulo Kuta Alam.
3.  Hamdan bin Ismail A Jalil berasal dari gampong Kopelma Darussalam Syiah Kuala.
4.  M Zahidi berasal dari Lambhuk Ulee Kareng
5.  Afdhalul Akbar bin Tarmizi dari Gampong Suka damai Lueng Bata
6.  Putra Nazarullah bin Bahktiar dari Blang Oi Meuraksa.
7.  Syifa Salsabila dari gampong Lamteumen Timar Jaya Baru
8.  Muhammad Imam Syahputra dari Peuniti Baiturrahman
9.  Siti Karimah Cinti Khairuddin asal Gampong Peunyerat Baiturrahman
10.Habibul Akhi bin Tarmizi dari Lambaro Skep, Kecamatan Kuta Alam.
 
Program penyekolahan gratis dilakukan Baitul Mal Banda Aceh bertujuan untuk menggalakkan hafalan Alquran di kalangan remaja di Banda Aceh. “Kita berharap, nantinya lahir pemuda yang memahami dan mendalami isi Alquran sebagai penyubur iman jika kelak menjadi seorang pemimpin,” kata Salahuddin. 

Sementara itu siti Karimah anak asuh yang berasal dari Gampong peunyeurat kecamatan Banda Raya melalui Kepala Sub Bagian Pengembangan Informasi dan Teknologi Sekretariat Baitul Mal Kota Banda Aceh Niyyatinur, S.HI mengatakan bahwa dia memiliki keinginan yang besar untuk memperbanyak dan melanjutkan hafalan Al Quran yang biasanya dilakukan di balai Pengajian gampong.

Semoga Sukses, wahai Calon Pemimpin Ummat!

Link terkait: Harian Aceh
 

Boat Bantuan Baitul Mal Kota Banda Aceh Beroperasi

BANDA ACEH - Satu unit boat pukat berukuran 18x4 meter yang merupakan bantuan Baitul Mal Kota Banda Aceh, sejak 25 Maret 2011 lalu mulai dioperasikan oleh kelompok masyarakat nelayan miskin di Kecamatan Syiah Kuala. Sejak dioperasikan, selama 10 hari sudah mendapatkan hasil sekitar 43 juta lebih.

Bantuan modal usaha bergulir lainnya yang bersumber dari dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) tahun 2010, juga disalurkan dengan mengadakan dua unit boat pancing dalam bentuk dana bergulir.

Kepala Baitul Mal Kota Banda Aceh, Drs Salahuddin Hasan, Jumat (8/4) mengatakan, pihaknya juga mengadakan pelatihan keterampilan kerja bagi 125 warga miskin di Kota Banda Aceh. Pelatihan yang dilaksanakan dalam dua tahap itu berupa pelatihan montir sepeda motor, menjahit/bordir, teknisi motor diesel dan mobil bensin, serta pelatihan las listrik.

Dana pelatihan tersebut bersumber dari penerimaan ZIS periode Agustus 2009-Juli 2010 sebesar Rp 6.774.877.900, dan dana ZIS periode Agustus-Desember 2010 sebanyak Rp 3.572.197.182. “Dengan mengikuti pelatihan ini, warga miskin yang telah mempunyai keterampilan bisa mencari nafkah untuk meningkatkan perekonomiannya,” kata Salahuddin.(th)

Penerimaan Zakat Baitul Mal mencapai 49 % di Tahun 2010

Lembaga keuangan mikro non perbankan memiliki peran penting membantu pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan terjadi di kota Banda Aceh. Demikian di sampaikan walikota Banda Aceh Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng Sc, saat melantik pengurus Baitul Mal Kota Banda Aceh lima tahun mendatang, di aula sekdakab kota pekan lalu.

Walikota yang juga di hadiri oleh Para Staf Ahli, Asisten, Kepala Dinas/ Badan, Para Kepala Kantor/ Camat, Kepala Bagian di Lingkungan Kota Banda Aceh, menyebutkan peran penting baitul mal khususnya dalam menurunkan angka kemiskinan di kota banda aceh menjadi apresisasi tersendiri dalam kacamata saya.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Baitul Mal Kota Banda Aceh di bawah kepemimpinan saudara Drs. Salahuddin Hasan, telah menunjukan kemajuan yang luar biasa, sehingga kami bisa mempercayai kembali untuk menjalankan roda organisasi ini untuk lima tahun mendatang. Tambah walikota. ”Badan Baitul Mal Kota Banda Aceh telah menunjukkan prestasi besar dalam menghimpun dana dari masyarakat baik zakat, infaq, shadaqah maupun dana lainnya dan mendistribusikannya secara baik kepada orang-orang yang berhak menerimanya”.

Dalam kurun waktu yang singkat Baitul Mal Kota Banda Aceh meningkat tajam penerimaan, sebagaimana kita ketahui tahun 2009 baitul mal kota banda aceh berhasil mengumpulkan 49 persen zakat dari warga kota banda aceh, sebutnya. Mawardy menambahkan, Peningkatan yang sangat signifikan membuat kami pemimpin daerah kota banda aceh merasa bangga atas hasil yang telah di capai oleh baitul mal kota banda aceh sendiri. Pemerintah Kota Banda Aceh menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Badan Baitul Mal Kota Banda Aceh, semoga prestasi ini dapat ditingkatkan pada periode selanjutnya.

Pengelolaan zakat, infaq, shadaqah dan lainnya dengan baik merupakan sebuah keharusan. Maka, sudah saatnya kita bangkit untuk berbenah dalam upaya meningkatkan ekonomi masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan di wilayah Kota Banda Aceh yang sedang mempersiapkan diri menyongsong Visit Banda Aceh Year 2011. Untuk mewujudkan peran yang baik, Badan Baitul Mal harus membangun kooordinasi dan sinergisitas antar lembaga atau instansi terkait dengan program pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengentasan kemiskinan seperti Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Sosial, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, dan lainnya, harap walikota.


Kamis, 18 Agustus 2011

OPTIMALISASI PERAN BAITUL MAL ACEH

 *Chairul Fahmi,MA


Baitul Mal Aceh (BMA) adalah sebuah lembaga daerah non struktural yang diberi kewenangan untuk mengelola dan mengembangkan zakat, wakaf, dan harta agama lainnya dengan tujuan untuk kemaslahatan umat serta menjadi wali/wali pengawas terhadap anak yatim piatu dan/atau hartanya serta pengelolaan terhadap harta warisan yang tidak ada wali berdasarkan Syariat Islam (Pasal 1 Qanun No.10 Tahun 2007).

Sementara selama ini, peran Baitul Mal hanya lebih berperan pada pengelolaan harta zakat secara pasif. Artinya hanya berfungsi sebagai penghimpun dana dan penyalur kepada mustahiq (yang berhak mendapatkan hak zakat). Padahal qanun tersebut telah menyiratkan bahwa peran BMA tidak hanya berfungsi sebagai pengelola, tapi juga mengembangkan zakat tersebut. Dalam hal ini, upaya pengembangan zakat, menjadi sesuatu yang penting, dimana zakat tidak hanya sebagai hal yang konsumtif, namun juga ia lebih produktif. Sehingga harta tersebut tidak hanya habis untuk konsumtif, tapi juga dapat dikembangkan menjadi suatu modal lebih besar, dan dapat dimanfaatkan lebih luas dalam proses pengembagan ekonomi umat secara menyeluruh. 

Tantangan lainnya, yang dihadapi oleh BMA adalah ketidakmampuan dalam memungut harta zakat terhadap para Muzakki (wajib zakat). Padahal pasal 10 Qanun No.10 tahun 2007, telah memberikan kewenangan untuk mengumpulkan zakat, baik terhadap Lembaga Institusi Negara, baik instatusi pusat, daerah, BUMN, BUMD, Perusahaan swasta (private), dan juga zakat pendapatan dari PNS, Pegawai BUMN, POLRI, TNI, Anggota Dewan, dll. Selama ini peran BMA hanya menunggu atau meminjam istilah Ureung geumade, Theun umpang breuh (hanya menerima) tanpa ada kewenangan untuk memaksa para wajib zakat. Padahal dalam sejarah Islam, dimana Abu Bakar Siddiq pernah menyatakan akan memerangi orang yang memisahkan kewajiban shalat dan zakat. Artinya kewajiban zakat adalah sama pentingnya dengan kewajiban shalat. Hal inilah yang merupakan kelemahan BMA dan juga kelemahan qanun No.10 tahun 2007 yang tidak mencantumkan sanksi hukum bagi yang tidak membayar zakat.

Selain itu, fungsi Baitul Mal pada masa kejayaan Islam tidak hanya pada pengelolaan zakat, infak, sedekah dan harta wakaf saja. Melainkan juga mempunyai fungsi dalam pengumpulan pajak dari orang-orang non-muslim. Sebagaimana dinukilkan oleh Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani dalam kitabnya Al-Nizhamu al-Iqtishadi fi al-Islam yang menjelaskan mengenai sumber-sumber pemasukan bagi Baitul Mal dan kaidah-kaidah pengelolaan hartanya. Dimana ia menyatakan bahwa sumber-sumber tetap harta Baitul Mal menurutnya adalah: fai’, ghanimah/anfal, kharaj, jizyah, pemasukan dari harta milik umum, pemasukan dari harta milik negara, usyuur, khumus dari rikaz, tambang, serta harta zakat.

Namun karena Aceh bukanlah sebuah Negara Islam yang berdiri sendiri, dimana semua aturan harus didasari oleh ketentuan perundang-undangan Indonesia, maka peran Baitul Mal tidak mempunyai kewenangan dalam pengelolaan pajak. Karena hal tersebut merupakan kewenangan kementerian keuangan di bawah dirjen Pajak, dan Dispenda untuk Provinsi Aceh. Maka yang dapat dilakukan oleh Baitul Mal Aceh adalah mengoptimalisasi peran yang lebih strategis sebagai salah satu instrumen bagi penciptaan perekonomian umat  dengan mengembangkan perekonomian berbasis syariah (social-profit), dengan landasan tolong-menolong.

Prinsip tolong menolong ini didorong oleh rasa keprihatinan yang mendalam terhadap banyaknya masyarakat miskin (yang notabenenya umat Islam) yang terjerat oleh sistem perekonomian ribawi, maka sebagai alternatif bagi mereka yang ingin mengembangkan usahanya, peran Baitul Mal sudah seharusnya dikembangkan menjadi suatu lembaga keuangan kecil yang beroperasi dan menggunakan konsep Baitul Mal yang target, sasaran, dan skalanya pada sektor usaha mikro.
Upaya untuk mengembangkan fungsi dan kewenangan Baitul Mal dalam peningkatan pemberdayaan ekonomi umat dapat dikembangkan menjadi suatu  lembaga keuangan mikro berbasis syariah muncul dan mencoba menawarkan solusi bagi masyarakat kelas bawah.

Mengenai konsep ini, lebih tepatnya disebut dengan lembaga keuangan syariah,  yaitu organisasi ekonomi yang operasionalnya berdasarkan syariah Islam. Sebagai lembaga keuangan mikro bergerak dalam kegiatan usaha menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat. Meskipun secara yuridis bertentangan dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Namun sebagai daerah yang mempunyai kewenangan khusus, konsep ini dapat dikembangkan dengan menyempurnakan kembali Qanun Baitul Mal dengan landasan UUPA No.11 tahun 2006 yang merupakan lex specialist bagi Aceh, sehingga dengan adanya aturan khusus ini, secara hukum konsep ini dapat dikembangkan secara legal-formal. 

Pengembangan zakat bersifat produktif dengan cara dijadikannya dana zakat sebagai modal usaha, untuk pemberdayaan ekonomi penerimanya, dan supaya fakir miskin dapat menjalankan atau membiayai kehidupannya secara konsisten. Dengan dana zakat tersebut fakir miskin akan mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan usaha, mengembangkan usaha serta mereka dapat menyisihkan penghasilannya untuk menabung. Dana zakat untuk kegiatan produktif akan lebih optimal bila dilaksanakan oleh Baitul Mal karena Baitul Mal sebagai organisasi yang terpercaya untuk pengalokasian, pendayagunaan, dan pendistribusian dana zakat, mereka tidak memberikan zakat begitu saja melainkan mereka mendampingi, memberikan pengarahan serta pelatihan agar dana zakat tersebut benar-benar dijadikan modal kerja sehingga penerima zakat tersebut memperoleh pendapatan yang layak dan mandiri.

Dengan berkembangnya usaha kecil menengah dengan modal berasal dari zakat akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti angka pengangguran bisa dikurangi, berkurangnya angka pengangguran akan berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat terhadap suatu produk barang ataupun jasa, meningkatnya daya beli masyarakat akan diikuti oleh pertumbuhan produksi, pertumbuhan sektor produksi inilah yang akan menjadi salah satu indikator adanya pertumbuhan ekonomi. 

Jika peran Baitul Mal seperti ini, maka pendayagunaan zakat akan berdampak positif bagi mustahiq, baik secara ekonomi maupun sosial. Dari sisi ekonomi, mustahiq dituntut benar-benar dapat mandiri dan hidup secara layak sedangkan dari sisi sosial, mustahiq dituntut dapat hidup sejajar dengan masyarakat yang lain. Hal ini berarti, zakat tidak hanya didistribusikan untuk hal-hal yang konsumtif saja dan hanya bersifat charity tetapi lebih untuk kepentingan yang produktif dan bersifat edukatif.

Dengan demikian, zakat memiliki pengaruh yang sangat besar dalam berbagai hal kehidupan umat, Dengan kata lain, pengelolaan zakat secara profesional dan produktif dapat ikut membantu perekonomian masyarakat lemah dan membantu pemerintah dalam meningkatkan perekonomian negara, yaitu terberdayanya ekonomi umat sesuai dengan misi-misi yang diembannya. Diantaranya adalah: (1) misi pembangunan ekonomi dan bisnis yang berpedoman pada ukuran ekonomi dan bisnis yang lazim dan bersifat universal; (2) Misi pelaksanaan etika bisnis dan hukum; (3) Misi membangun kekuatan ekonomi untuk Islam, sehingga menjadi sumber dana pendukung dakwah Islam. Wallahu’alam []  

*Chairul Fahmi,MA | Staf Pengajar Fak.Syariah IAIN Ar-Raniry & Peneliti The Aceh Institute.

Sumber :  Aceh Institute